Monday, 25 April 2011

Gugus Kromofor (pada Analisa Spektrofotometer UV-Vis)

Bagian molekul yang mengabsorpsi dalam daerah UV dan daerah sinar tampak dinyatakan sebagai kromofor (Roth dan Blaschke, 1985). Menurut Adam Wiryawan,  kromofor adalah suatu gugus fungsi, tidak terhubung dengan gugus lain, yang menampakkan spektrum absorpsi karakteristik pada daerah sinar UV-sinar tampak (l>200 nm). Ada 3 jenis kromofor sederhana, yaitu :
·         Ikatan ganda antara 2 atom yang tidak memiliki pasangan elektron bebas.
Contoh :                C = C
·         Ikatan ganda antara 2 atom yang memiliki pasangan elektron bebas
Contoh :           C = O
·         Cincin Benzena
Jika beberapa kromofor berhubungan maka absorpsi menjadi lebih kuat dan berpindah ke panjang gelombang yang lebih panjang (Wiryawan dkk., 2008).
Contoh kromofor tunggal, antara lain : asetilen, aldehid, azo, karbonil, sulfoksida, benzena, etilen, dan lain-lain (Harmita, tt). 
Dalam suatu molekul dapat dikandung beberapa kromofor. Jika kromofor dipisahkan satu sama lain paling sedikit oleh 2 atom karbon jenuh, maka tidak ada kemungkinan adanya konjugasi antara gugus kromofor (Roth dan Blaschke, 1985).

Kromofor merupakan senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap yang terkonjugasi. Suatu ikatan rangkap yang terisolasi seperti dalam etilen mengabsorpsi pada 165 nm, yaitu di luar daerah ukur yang lazim dari spektroskopi elektron. Dua ikatan rangkap terkonjugasi memberikan suatu kromofor seperti dalam butadien akan mengabsorpsi pada 217 nm. Panjang gelombang maksimum absorpsi dan koefisien ekstingsi molar akan bertambah dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap terkonjugasi lainnya. Juga pada vitamin A-alkohol (retinol) dan β-karoten merupakan polien dengan 1 kromofor yang terdiri dari 5 atau 11 ikatan rangkap terkonjugasi (Roth dan Blaschke, 1985).
Gugus auksokrom mengandung pasangan elektron bebas yang disebabkan oleh terjadinya mesomeri kromofor. Yang termasuk dalam gugus auksokrom ini adalah substituen seperti –OH, -NH2, -NHR dan –NR2. Gugus ini akan memperlebar sistem kromofor dan menggeser maksimum absorpsi kearah panjang gelombang yang lebih panjang (Roth dan Blaschke, 1985). Gugus auksokrom tidak menyerap pada panjang gelombang 200-800 nm, namun mempengaruhi spektrum kromofor dimana auksokrom tersebut terikat (Wiryawan dkk., 2008).
Pada daerah sinar uv-sinar tampak hanya melibatkan transisi elektron dari p ke p* dan n ke p*, sehingga senyawa yang dapat menunjukkan sifat absortivitasnya pada daerah ini hanya senyawa-senyawa yang memiliki transisi elektron dari p ke p* dan n ke p* saja. Dimana senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa-senyawa yang memiliki ikatan rangkap dengan panjang gelombang (l) >200 nm atau dengan kata lain senyawa tersebut memiliki gugus kromofor.
Suatu zat atau senyawa yang bukan kromofor dapat direaksikan dengan zat lain yang menghasilkan suatu kromofor sehingga dapat dianalisis dengan spektofotometri uv-visibel (Widjaja dan Laksmiani, 2009).
Hanya ada beberapa unsur yang memiliki absortivitas cukup besar untuk dapat ditentukan secara langsung dengan spektrometri molekuler. Sedangkan unsur yang lain dapat dikonversi ke derivative-nya yang memiliki absortivitas jauh lebih tinggi (Wiryawan dkk., 2008).
Perubahan keadaan oksidasi, atau pembentukan suatu komplek, dapat merubah unsur analit non-absorbing menjadi derivatif absorbing. Sebagai contoh Mn2+ yang berwarna merah muda (sangat) pucat dapat dioksidasi dengan menggunakan periodat atau persulfat menjadi MnO4- yang dapat ditentukan dengan spektrofotometri sinar tampak. Ion Fe2+ akan membentuk senyawa komplek oranye-merah dengan 1, 10-fenantrolin, sementara Fe3+ dan Co2+ keduanya dapat membentuk senyawa komplek dengan SCN- (Wiryawan dkk., 2008).
Reaksi umum :



analit non-absorbing    +    reagen                        absorbing derivative

Larutan analit (baik standar atau yang belum diketahui) direaksikan dengan reagen yang sesuai. Larutan analit (baik standar atau yang belum diketahui) direaksikan dengan reagen yang sesuai. Reagen yang digunakan harus menuhi beberapa persyaratan yaitu :
1.   Reaksinya selektif dan sensitif
2.   Reaksinya cepat, kuantitatif dan reprodusibel (ajeg)
3.   Hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama
     (Gandjar dan Rohman, 2009).
Absorbansi dari absorbing derivative inilah yang diukur absorbansinya, bukan larutan analit asal (Wiryawan dkk., 2008).
Metode ini memerlukan tiga persyaratan agar diperoleh hasil yang akurat dan teliti :
a.       Reaksi harus kuantitatif (yakni memiliki konstanta keseimbangan yang besar) sehingga seluruh analit dapat diubah menjadi absorbing derivative,
b.      Reagen yang digunakan harus tidak menyerap pada panjang gelombang dimana derivative yang dihasilkan menyerap,
c.       Absorbing derivative yang dihasilkan harus memenuhi Hukum Beer (Wiryawan dkk., 2008

No comments:

Post a Comment