Sifat koligatif yang akan kita bahas dalam ebook ini ada empat yaitu:
- Penurunan tekanan uap larutan
- Penurunan titik beku larutan
- Kenaikan titik didih larutan
- Tekanan Osmotik
Jadi apabila larutan glukosa dan larutan urea (dalam pelarut air) memiliki jumlah zat yang sama maka sifat koligatif keduanya pun akan sama pula. Jangan bingung dengan istilah “jumlah zat” yang saya pakai untuk definisi ini sebab saya memilih kata tersebut untuk mendefinisikan secara general, kata lain yang bisa dipakai sebagai pengganti adalah “konsentrasi”.
Beberapa buku ada yang menyebutkan bahwa sifat koligatif itu dipengaruhi oleh seberapa besar jumlah pelarut yang terdapat di dalam larutan. Jadi larutan NaCl yang fraksi molnya 1/4 dan 3/4 akan memiliki sifat koligatif yang berbeda karena jumlah H2O masing-masing larutan berbeda yaitu 3/4 dan 1/4 fraksi mol.
Sifat Koligatif Larutan (Penurunan Tekanan Uap Larutan)
Sebelum kita membahas apa yang dimaksud dengan “penurunan tekanan uap” maka akan lebih mudah jika kita memahami terlebih dahulu tentang proses penguapan.
Sediakan beaker glass yang berisi air. Apa yang terjadi pada volume air jika beaker glass berisi air tersebut dibiarkan ditempat terbuka untuk beberapa jam? Saya yakin kamu pasti tahu jawabanya, tentu saja volume air akan berkurang disebabkan adanya proses penguapan.
Karena beaker glass tidak tertutup maka jika dibiarkan terus menerus air dalam beaker glass akan habis menguap semua. Hal ini berbeda jika kita melakukannya pada ruang tertutup. Sekarang sediakan air didalam wadah tertutup yang dihubungkan dengan pengukur tekanan seperti gambar dibawah ini:
Pada awal percobaan maka ketinggian dikedua kaki pipa akan sama sebab belum ada molekul air yang menguap. Bila kita biarkan beberapa jam maka terjadi perubahan ketinggian raksa pada pipa U (gambar tabung sebelah kanan).
Perubahan ketinggian kaki pada pipa U tersebut menandakan adanya tekanan yang disebabkan oleh molekul air yang telah menguap. Molekul air yang berada dipermukaan air akan mulai menguap terus menerus sampai diperoleh keadaan setimbang.
Pada keadaan setimbang ini maka jumlah molekul air yang menguap meninggalkan cairan akan sama dengan jumlah molekul air yang masuk kedalam cairan. Nah tekanan yang terjadi pada saat suatu liquid berada pada keadaan setimbang dengan uap molekul liquid yang berada diatasnya inilah yang disebut sebagai “Tekanan Uap Liquid”.
Istilah liquid yang saya pakai diatas adalah merujuk pada air, etanol, bensena, dan senyawa-senyawa lain yang berwujud cair dimana zat ini pada umumnya dipakai sebagai pelarut, maka istilah “tekanan uap liquid” untuk pembahasan selanjutnya disebut sebagai “tekanan uap pelarut”.
Besarnya tekanan uap pelarut tidak terpengaruh oleh jumlah pelarut itu sendiri melainkan dipengaruhi oleh suhu. Jadi pada temperature yang berbeda maka tekanan uap pelarut akan berbeda pula. OK, misalnya pada suhu kamar (25 C) diperoleh bahwa tekanan uap air adalah sebesar 20 mmHg.
Bagaimana jika kita melarutkan zat yang nonvolatile (zat yang tidak mudah menguap) contohnya glukosa ke dalam air dan mengukur tekanan uapnya lagi? Misalnya pada suhu yang sama kita mengukur tekanan uap larutan glukosa dan diperoleh tekanan sebesar 18.5 mmHg.
Adanya zat terlarut di dalam suatu pelarut akan menurunkan tekanan uap pelarutnya. Contoh diatas adalah pada suhu 25 C tekanan uap air murni adalah 20 mmHg dan larutan glukosa dala air pada suhu yang sama tekanan uapnya adalah 18.5 mmHg
Nilai tekanan uap yang lebih kecil untuk larutan ini menandakan bahwa molekul pelarut menguap diatas larutan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah molekul yang menguap diatas pelarut murni. Lihat gambar dibawah ini agar lebih mudah memahami.
Perhatikan gambar diatas. Sebelah kiri adalah air, sedangkan disebelah kanan adalah larutan glukosa. Lingkaran putih menunjukkan molekul air yang menguap. Jumlah molekul diatas larutan jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan pelarut murni yang ada disebelah kiri.
Jika kita punya dua buah beaker dimana satu beaker berisi air dan yang lain berisi larutan asam sulfat, selanjutnyakeduanya kita tutup dengan penutup kaca (perhatikan gambar berikut):
Maka setelah beberapa jam volume air akan berkurang sedangkan volume larutan asam sulfat akan bertambah. Ini terjadi akibat tekanan uap pelarut murni lebih besar dibandingkan dengan tekanan uap larutan. Molekul air dari beaker yang berisi air akan terus menguap dan menuju ke permukaan larutan yang ada dibeaker berisi asam sulfat. Molekul-molekul air ini kemudian mengembun sehingga menyebabkan volume larutan asam sulfat bertambah. Hal ini akan terjadi terus menerus sampai diperoleh keadaan setimbang yaitu saat semua air habis.
Dari percobaan diatas kita tahu bahwa tekanan uap larutan adalah lebih besar dari tekanan uap pelarut oleh sebab itulah maka sifat koligatif ini disebut sebagai “Penurunan Tekanan Uap Larutan”.
Mengapa tekanan uap larutan lebih rendah dari tekanan uap pelarutnya?
1. Adanya zat terlarut di dalam suatu pelarut akan memperkecil jumlah molekul pelarut per unit volumenya, dengan semakin kecilnya jumlah molekul pelarut tiap satuan volume yang ada di dalam larutan jika dibandingkan dengan jumlah molekul pelarut yang terdapat dalam pelarut murni akan memperkecil pula jumlah molekul yang dapat menguap dengan demikian tekanan uapnya pun akan turun. Untuk mempermudah pengertian makavolume besar maka luas permukaan besar, sedangkan volume kecil maka luas permukaan kecil sehingga jumlah molekul H2O yang akan menguap pun jumlahnya berbeda.
2. Dalam bentuk energi (entropi) maka adanya zat terlarut dalam suatu pelarut akan meningkatkan ketidakteraraturan di dalam pelarut.
Campuran (contohnya larutan) memiliki entropi yang lebh besar dibandingkan dengan material tunggal (contoh pelarut murni). Kenaikkan entropi ini akan menaikkan energi yang diperlukan untuk memindahkan molekul pelarut dari fasa liguid ke fasa gas.
Bagaimana Menghitung Penurunan Tekanan Uap Larutan?
Hubungan antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap pelarutnya dijabarkan oleh Francois M. Raoult dimana dia mengeluarkan rumus sebagai berikut:
P = Tekanan uap larutan
Po = Tekanan uap pelarut murni
Xp = Fraksi mol pelarut
Fraksi mol (X) dinyatakan sebagai perbandingan antara mol suatu spesies dengan mol total dimana spesies itu berada. Jadi misalnya suatu larutan dibuat dari pelarut air dan zat terlarut berupa urea. Maka fraksi mol masing-masing dapat dinyatakan sebagai berikut:
Xair = mol air/mol air + mol urea dan Xurea = mol urea/mol air + mol urea
Jumlah fraksi mol setiap penyusun campuran jika dijumlahkan akan diperoleh nilai = 1, jadi untuk fraksimol larutan urea diatas maka :
Tips
Penurunan tekanan uap dapat dicari melalui persamaan 1 ataupun 3. Yang perlu diingat adalah jika Anda menggunakan rumus 1 maka fraksi mol yang dipakai adalah Xp (fraksi mol pelarut) jika menggunakan rumus 3 maka fraksi mol yang dipakai adalah Xt (fraksi mol zat terlarut).
Bagaimana jika zat terlarut di dalam suatu pelarut bersifat volatile?
Penjelasan diatas lebih kita fokuskan kepada suatu larutan yang zat terlarutnya bersifat nonvolatile, lalu bagaimana dengan larutan yag dibangun dari zat terlarut yang bersifat volatile?
Contoh campuran ini adalah air-etanol, bensena-toluena, atau aseton-etil asetat. Karena zat terlarut bersifat volatile maka uap zat terlarut ini berkontribusi terhadap total uap larutan. Uap yang terdapat didalam larutan jenis ini dibangun dari molekul zat terlarut dan molekul pelarut. Perhatikan gambar agar lebih mudah dimengerti.
Maka total tekanan uap larutan dapat dinyatakan dengan rumus:
P1 = X1.P1o
P2 = X2.P2o
P3 = X3.P3o
Pn = Xn.Pno
Perlu diingat bahwa Hukum Rauolt berlaku hanya untuk larutan yang bersifat ideal atau larutan encer (dengan konsentrasi rendah. Dimana larutan ideal dicapai jika interaksi antara solute-solut, solvent-solvent, solute-solvent adalah hampir sama. Campuran yang memenuhi hukum Raoult (bersifat ideal) contohnya adalah bensena-toluena. Pencampuran keduaya menghasilkan entalpi yang hampir bernilai nol “0” sehingga campuran ini bersifat “ideal”. Grafik larutan ideal digambarkan dalam gambar berikut ini:
Jika pada waktu melarutkan zat terlarut ke dalam suatu pelarut dibebaskan panas (eksoterm) maka nilai entalpinya adalah negative maka kita dapat mengasumsikan adanya interaksi yang kuat antara pelarut dan zat terlarut hal ini menyebabkan pelarut memiliki tendensi yang kecil untuk menguap maka nilai tekanan uap larutannya akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai yang diramalkan dari hukum Raoult, peristiwa ini disebut sebagai “deviasi negative hukum Raoult”. Contoh melarutkan aseton dengan air atau campuran antara kloroform dengan aseton. Interaksi kuat aseton-air atau aseto-klorofom disebabkan terbentuknya ikatan hidogen diantara keduanya. Grafik deviasi negative ini akan tampak seperti ini:
Jika kita melarutkan zat terlarut dalam pelarut dimana terjadi penurunan suhu (endoterm) nilai entalpi positif, ini mengindikasikan adanya interaksi yang lemah antara pelarut dengan zat terlarutnya. Akibatnya zat terlarut dan pelarut sama-sama memiliki tendensi untuk menguap sehingga nilai tekanan uapnya akan jauh lebih tinggi dari hasil yang diperoleh (diprediksikan) dengan hukum raoult, peistiwa ini disebut sebagai “deviasi positif hukum raoult”. Contoh melarutkan etanol dalam heksana, bensena-etil alkohol, karbondisulfida-aseton, atau klorofom-etanol. Grafik deviasi positif hukum raoult digambarkan seperti ini:
Fenomena penurunan titik beku larutan sangat menarik perhatian para ilmuwan karena hal ini bersinggungan langsung dengan kehidupan manusia contohnya, penggunaan etilen glikol sebagai agen “antibeku” yang dipakai di radiator mobil sehingga air ini tidak beku saat dipakai dimusim dingin. beberapa ikan didaerah artik mampu melepaskan sejumlah senyawa untuk menghindari darahnya beku, atau dengan menggunakan teknik penurunan titik beku kita dapat menentukan massa molar atau menentukan derajat disosiasi suatu zat.
Bagaimana Mengukur Penurunan Titik Beku Larutan?
Penurunan titik beku larutan adalah salah satu sifat koligatif larutan. Untuk mengukur besarnya titik beku larutan kita membutuhkan dua hal berikut:
?Tf = penurunan titik beku larutan
Tf = titik beku larutan
m = molalitas larutan
Kf = konstanta titik beku pelarut
i = Faktor Van’t Hoff
Di bidang themodinamika konstanta titik beku pelarut, Kf lebih dikenal dengan istilah “Konstanta Krioskopik“. Krioskopik berasal dari bahasa Yunani yang artinya “mengukur titik beku”.
Faktor Van’t Hoff (i) adalah parameter untuk mengukur seberapa besar zat terlarut berpengaruh terhadap sifat koligatif (penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik). Faktor Van’t Hoff dihitung dari besarnya konsentrasi sesunguhnya zat terlarut yang ada di dalam larutan dibanding dengan konsentrasi zat terlarut hasil perhitungan dari massanya. Untuk zat non elektrolit maka vaktor Van’t Hoffnya adalah 1 dan nonelektrolit adalah sama dengan jumlah ion yang terbentuk didalam larutan. Faktor Van’t Hoff secara teori dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
C6H12O6 -> C6H12O6 n = 1
NaCl -> Na+ + Cl- n = 2
CaCl2 -> Ca2+ + 2Cl- n = 3
Na3PO4 -> 3Na+ + PO4- n = 4
Cu3(PO4)2 -> 3Cu2+ + 2PO43- n = 5
Data nilai Kf beberapa pelarut adalah sebagai berikut:
Jika dilihat persamaan ?Tf = m.Kf.i maka kita bisa menentukan besarnya Faktor Van’t Hoff dari suatu zat terlarut dalam suatu pelarut dengan menggambar grafik antara ?Tf dengan m maka kita akan mendapatkan slope (gradien garis) yang setara dengan ixKf. Bila harga Kf pelarut diketahui maka kita pun dapat mencari nilai i-nya.
Sediakan beaker glass yang berisi air. Apa yang terjadi pada volume air jika beaker glass berisi air tersebut dibiarkan ditempat terbuka untuk beberapa jam? Saya yakin kamu pasti tahu jawabanya, tentu saja volume air akan berkurang disebabkan adanya proses penguapan.
Karena beaker glass tidak tertutup maka jika dibiarkan terus menerus air dalam beaker glass akan habis menguap semua. Hal ini berbeda jika kita melakukannya pada ruang tertutup. Sekarang sediakan air didalam wadah tertutup yang dihubungkan dengan pengukur tekanan seperti gambar dibawah ini:
Pada awal percobaan maka ketinggian dikedua kaki pipa akan sama sebab belum ada molekul air yang menguap. Bila kita biarkan beberapa jam maka terjadi perubahan ketinggian raksa pada pipa U (gambar tabung sebelah kanan).
Perubahan ketinggian kaki pada pipa U tersebut menandakan adanya tekanan yang disebabkan oleh molekul air yang telah menguap. Molekul air yang berada dipermukaan air akan mulai menguap terus menerus sampai diperoleh keadaan setimbang.
Pada keadaan setimbang ini maka jumlah molekul air yang menguap meninggalkan cairan akan sama dengan jumlah molekul air yang masuk kedalam cairan. Nah tekanan yang terjadi pada saat suatu liquid berada pada keadaan setimbang dengan uap molekul liquid yang berada diatasnya inilah yang disebut sebagai “Tekanan Uap Liquid”.
Istilah liquid yang saya pakai diatas adalah merujuk pada air, etanol, bensena, dan senyawa-senyawa lain yang berwujud cair dimana zat ini pada umumnya dipakai sebagai pelarut, maka istilah “tekanan uap liquid” untuk pembahasan selanjutnya disebut sebagai “tekanan uap pelarut”.
Besarnya tekanan uap pelarut tidak terpengaruh oleh jumlah pelarut itu sendiri melainkan dipengaruhi oleh suhu. Jadi pada temperature yang berbeda maka tekanan uap pelarut akan berbeda pula. OK, misalnya pada suhu kamar (25 C) diperoleh bahwa tekanan uap air adalah sebesar 20 mmHg.
Bagaimana jika kita melarutkan zat yang nonvolatile (zat yang tidak mudah menguap) contohnya glukosa ke dalam air dan mengukur tekanan uapnya lagi? Misalnya pada suhu yang sama kita mengukur tekanan uap larutan glukosa dan diperoleh tekanan sebesar 18.5 mmHg.
Adanya zat terlarut di dalam suatu pelarut akan menurunkan tekanan uap pelarutnya. Contoh diatas adalah pada suhu 25 C tekanan uap air murni adalah 20 mmHg dan larutan glukosa dala air pada suhu yang sama tekanan uapnya adalah 18.5 mmHg
Nilai tekanan uap yang lebih kecil untuk larutan ini menandakan bahwa molekul pelarut menguap diatas larutan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah molekul yang menguap diatas pelarut murni. Lihat gambar dibawah ini agar lebih mudah memahami.
Perhatikan gambar diatas. Sebelah kiri adalah air, sedangkan disebelah kanan adalah larutan glukosa. Lingkaran putih menunjukkan molekul air yang menguap. Jumlah molekul diatas larutan jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan pelarut murni yang ada disebelah kiri.
Jika kita punya dua buah beaker dimana satu beaker berisi air dan yang lain berisi larutan asam sulfat, selanjutnyakeduanya kita tutup dengan penutup kaca (perhatikan gambar berikut):
Maka setelah beberapa jam volume air akan berkurang sedangkan volume larutan asam sulfat akan bertambah. Ini terjadi akibat tekanan uap pelarut murni lebih besar dibandingkan dengan tekanan uap larutan. Molekul air dari beaker yang berisi air akan terus menguap dan menuju ke permukaan larutan yang ada dibeaker berisi asam sulfat. Molekul-molekul air ini kemudian mengembun sehingga menyebabkan volume larutan asam sulfat bertambah. Hal ini akan terjadi terus menerus sampai diperoleh keadaan setimbang yaitu saat semua air habis.
Dari percobaan diatas kita tahu bahwa tekanan uap larutan adalah lebih besar dari tekanan uap pelarut oleh sebab itulah maka sifat koligatif ini disebut sebagai “Penurunan Tekanan Uap Larutan”.
Mengapa tekanan uap larutan lebih rendah dari tekanan uap pelarutnya?
1. Adanya zat terlarut di dalam suatu pelarut akan memperkecil jumlah molekul pelarut per unit volumenya, dengan semakin kecilnya jumlah molekul pelarut tiap satuan volume yang ada di dalam larutan jika dibandingkan dengan jumlah molekul pelarut yang terdapat dalam pelarut murni akan memperkecil pula jumlah molekul yang dapat menguap dengan demikian tekanan uapnya pun akan turun. Untuk mempermudah pengertian makavolume besar maka luas permukaan besar, sedangkan volume kecil maka luas permukaan kecil sehingga jumlah molekul H2O yang akan menguap pun jumlahnya berbeda.
2. Dalam bentuk energi (entropi) maka adanya zat terlarut dalam suatu pelarut akan meningkatkan ketidakteraraturan di dalam pelarut.
Campuran (contohnya larutan) memiliki entropi yang lebh besar dibandingkan dengan material tunggal (contoh pelarut murni). Kenaikkan entropi ini akan menaikkan energi yang diperlukan untuk memindahkan molekul pelarut dari fasa liguid ke fasa gas.
Bagaimana Menghitung Penurunan Tekanan Uap Larutan?
Hubungan antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap pelarutnya dijabarkan oleh Francois M. Raoult dimana dia mengeluarkan rumus sebagai berikut:
P= Xp.Po………(1)
Dimana:P = Tekanan uap larutan
Po = Tekanan uap pelarut murni
Xp = Fraksi mol pelarut
Fraksi mol (X) dinyatakan sebagai perbandingan antara mol suatu spesies dengan mol total dimana spesies itu berada. Jadi misalnya suatu larutan dibuat dari pelarut air dan zat terlarut berupa urea. Maka fraksi mol masing-masing dapat dinyatakan sebagai berikut:
Xair = mol air/mol air + mol urea dan Xurea = mol urea/mol air + mol urea
Jumlah fraksi mol setiap penyusun campuran jika dijumlahkan akan diperoleh nilai = 1, jadi untuk fraksimol larutan urea diatas maka :
Xair + Xurea = 1
Jika larutan hanya dibangun dari dua komponen yaitu pelarut (p) dan satu macam zat terlarut (t) maka hubungan fraksimol keduany dapat dinyatakan sebagai berikut:Xp + Xt = 1
Xp = 1 – Xt…………(2)
Menggabungkan persamaan 1 dan 2 akan diperoleh persamaan sebagai berikut:Xp = 1 – Xt…………(2)
P= Xp.Po
Dengan Xp = 1 – Xt maka diperoleh,P = (1 – Xt)Po
P = Po – Xt.Po
P – Po = Xt.Po
P = Po – Xt.Po
P – Po = Xt.Po
?P = Xt.Po…….(3)
Persamaan 3 inilah persamaan yang dapat dipakai untuk menghitung berapa besarnya penurunan uap suatu larutan.Tips
Penurunan tekanan uap dapat dicari melalui persamaan 1 ataupun 3. Yang perlu diingat adalah jika Anda menggunakan rumus 1 maka fraksi mol yang dipakai adalah Xp (fraksi mol pelarut) jika menggunakan rumus 3 maka fraksi mol yang dipakai adalah Xt (fraksi mol zat terlarut).
Bagaimana jika zat terlarut di dalam suatu pelarut bersifat volatile?
Penjelasan diatas lebih kita fokuskan kepada suatu larutan yang zat terlarutnya bersifat nonvolatile, lalu bagaimana dengan larutan yag dibangun dari zat terlarut yang bersifat volatile?
Contoh campuran ini adalah air-etanol, bensena-toluena, atau aseton-etil asetat. Karena zat terlarut bersifat volatile maka uap zat terlarut ini berkontribusi terhadap total uap larutan. Uap yang terdapat didalam larutan jenis ini dibangun dari molekul zat terlarut dan molekul pelarut. Perhatikan gambar agar lebih mudah dimengerti.
Maka total tekanan uap larutan dapat dinyatakan dengan rumus:
Plarutan = P1 + P2 + P3 + ……..Pn
Dengan,P1 = X1.P1o
P2 = X2.P2o
P3 = X3.P3o
Pn = Xn.Pno
Perlu diingat bahwa Hukum Rauolt berlaku hanya untuk larutan yang bersifat ideal atau larutan encer (dengan konsentrasi rendah. Dimana larutan ideal dicapai jika interaksi antara solute-solut, solvent-solvent, solute-solvent adalah hampir sama. Campuran yang memenuhi hukum Raoult (bersifat ideal) contohnya adalah bensena-toluena. Pencampuran keduaya menghasilkan entalpi yang hampir bernilai nol “0” sehingga campuran ini bersifat “ideal”. Grafik larutan ideal digambarkan dalam gambar berikut ini:
Jika pada waktu melarutkan zat terlarut ke dalam suatu pelarut dibebaskan panas (eksoterm) maka nilai entalpinya adalah negative maka kita dapat mengasumsikan adanya interaksi yang kuat antara pelarut dan zat terlarut hal ini menyebabkan pelarut memiliki tendensi yang kecil untuk menguap maka nilai tekanan uap larutannya akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai yang diramalkan dari hukum Raoult, peristiwa ini disebut sebagai “deviasi negative hukum Raoult”. Contoh melarutkan aseton dengan air atau campuran antara kloroform dengan aseton. Interaksi kuat aseton-air atau aseto-klorofom disebabkan terbentuknya ikatan hidogen diantara keduanya. Grafik deviasi negative ini akan tampak seperti ini:
Jika kita melarutkan zat terlarut dalam pelarut dimana terjadi penurunan suhu (endoterm) nilai entalpi positif, ini mengindikasikan adanya interaksi yang lemah antara pelarut dengan zat terlarutnya. Akibatnya zat terlarut dan pelarut sama-sama memiliki tendensi untuk menguap sehingga nilai tekanan uapnya akan jauh lebih tinggi dari hasil yang diperoleh (diprediksikan) dengan hukum raoult, peistiwa ini disebut sebagai “deviasi positif hukum raoult”. Contoh melarutkan etanol dalam heksana, bensena-etil alkohol, karbondisulfida-aseton, atau klorofom-etanol. Grafik deviasi positif hukum raoult digambarkan seperti ini:
Incoming search term
Sifat Koligatif Larutan (Penurunan Titik Beku Larutan)
Penurunan titik beku larutan mendiskripsikan bahwa titik beku suatu pelarut murni akan mengalami penurunan jika kita menambahkan zat terlarut didalamnya. Sebagai contoh air murni membeku pada suhu 0 C akan tetapi jika kita melarutkan contoh sirup atau gula didalamnya maka titik bekunya akan menjadi dibawah 0 C. Sebagai contoh larutan garam 10% NaCl akan memiliki titik beku -6 C dan 20% NaCl akan memiliki titik beku -16 C.
Mengapa Kita Belajar Mengenai Fenomena Penurunan Titik Beku Larutan?Fenomena penurunan titik beku larutan sangat menarik perhatian para ilmuwan karena hal ini bersinggungan langsung dengan kehidupan manusia contohnya, penggunaan etilen glikol sebagai agen “antibeku” yang dipakai di radiator mobil sehingga air ini tidak beku saat dipakai dimusim dingin. beberapa ikan didaerah artik mampu melepaskan sejumlah senyawa untuk menghindari darahnya beku, atau dengan menggunakan teknik penurunan titik beku kita dapat menentukan massa molar atau menentukan derajat disosiasi suatu zat.
Bagaimana Mengukur Penurunan Titik Beku Larutan?
Penurunan titik beku larutan adalah salah satu sifat koligatif larutan. Untuk mengukur besarnya titik beku larutan kita membutuhkan dua hal berikut:
- Konsentrasi molal suatu larutan dalam molalitas.
- Konstanta penurunan titik beku pelarut atau Kf.
?Tf = m. Kf. i
dan titik beku larutan dicari,Tf = Tpelarut murni – Tf
dimana:?Tf = penurunan titik beku larutan
Tf = titik beku larutan
m = molalitas larutan
Kf = konstanta titik beku pelarut
i = Faktor Van’t Hoff
Di bidang themodinamika konstanta titik beku pelarut, Kf lebih dikenal dengan istilah “Konstanta Krioskopik“. Krioskopik berasal dari bahasa Yunani yang artinya “mengukur titik beku”.
Faktor Van’t Hoff (i) adalah parameter untuk mengukur seberapa besar zat terlarut berpengaruh terhadap sifat koligatif (penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik). Faktor Van’t Hoff dihitung dari besarnya konsentrasi sesunguhnya zat terlarut yang ada di dalam larutan dibanding dengan konsentrasi zat terlarut hasil perhitungan dari massanya. Untuk zat non elektrolit maka vaktor Van’t Hoffnya adalah 1 dan nonelektrolit adalah sama dengan jumlah ion yang terbentuk didalam larutan. Faktor Van’t Hoff secara teori dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
i = 1 + (n-1)?)
dengan ? adalah derajat ionisasi zat terlarut dan n jumlah ion yang terbentuk ketika suatu zat berada didalam larutan. Untuk non elektrolit maka alfa = o dan n adalah 1 dan untuk elektrolit dicontohkan sebagai berikut:C6H12O6 -> C6H12O6 n = 1
NaCl -> Na+ + Cl- n = 2
CaCl2 -> Ca2+ + 2Cl- n = 3
Na3PO4 -> 3Na+ + PO4- n = 4
Cu3(PO4)2 -> 3Cu2+ + 2PO43- n = 5
Data nilai Kf beberapa pelarut adalah sebagai berikut:
Jika dilihat persamaan ?Tf = m.Kf.i maka kita bisa menentukan besarnya Faktor Van’t Hoff dari suatu zat terlarut dalam suatu pelarut dengan menggambar grafik antara ?Tf dengan m maka kita akan mendapatkan slope (gradien garis) yang setara dengan ixKf. Bila harga Kf pelarut diketahui maka kita pun dapat mencari nilai i-nya.
Sifat Koligatif Larutan (Kenaikan Titik Didih Larutan)
Berlawanan dengan penurunan titik beku larutan. Kenaikan titik didih larutan merupakan fenomena meningkatkan titik didih suatu pelarut disebabkan adanya zat terlarut didalam pelarut tersebut. Ini berarti bahwa titik didih pelarut akan lebih kecil jika dibandingkan dengan titik larutan. Sebagai contoh titik didih air murni adalah 100 C jika kita melarutkan gula atau garam dapur ke dalam air maka titik didihnya akan lebih dari 100 C.
Bagaimana Kita Mengukur Kenaikan Titik Didih Larutan?
Kenaikan titik didih larutan merupakan salah satu sifat koligatif larutan Untuk menghitung perubahan titik didih larutan maka kita bisa menggunakan persamaan berikut ini:
Tb = Tpelarut + ?Tb
dimana :
?Tb = penurunan titik beku larutan
Tb = titik beku larutan
m = molalitas larutan
Kb = konstanta titik beku pelarut
i = Faktor Van’t Hoff
Di bidang themodinamika konstanta titik beku pelarut, Kb lebih dikenal dengan istilah “Konstanta Ebulioskopik“. Ebulioskopik berasal dari bahasa Yunani yang artinya “mendidih”.
Faktor Van’t Hoff (i) adalah parameter untuk mengukur seberapa besar zat terlarut berpengaruh terhadap sifat koligatif (penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik). Faktor Van’t Hoff dihitung dari besarnya konsentrasi sesunguhnya zat terlarut yang ada di dalam larutan dibanding dengan konsentrasi zat terlarut hasil perhitungan dari massanya. Untuk zat non elektrolit maka vaktor Van’t Hoffnya adalah 1 dan nonelektrolit adalah sama dengan jumlah ion yang terbentuk didalam larutan. Faktor Van’t Hoff secara teori dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Bagaimana Kita Mengukur Kenaikan Titik Didih Larutan?
Kenaikan titik didih larutan merupakan salah satu sifat koligatif larutan Untuk menghitung perubahan titik didih larutan maka kita bisa menggunakan persamaan berikut ini:
?Tb = Kb. m . i
sedangkang titik didih larutan dicari dengan persamaan,Tb = Tpelarut + ?Tb
dimana :
?Tb = penurunan titik beku larutan
Tb = titik beku larutan
m = molalitas larutan
Kb = konstanta titik beku pelarut
i = Faktor Van’t Hoff
Di bidang themodinamika konstanta titik beku pelarut, Kb lebih dikenal dengan istilah “Konstanta Ebulioskopik“. Ebulioskopik berasal dari bahasa Yunani yang artinya “mendidih”.
Faktor Van’t Hoff (i) adalah parameter untuk mengukur seberapa besar zat terlarut berpengaruh terhadap sifat koligatif (penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik). Faktor Van’t Hoff dihitung dari besarnya konsentrasi sesunguhnya zat terlarut yang ada di dalam larutan dibanding dengan konsentrasi zat terlarut hasil perhitungan dari massanya. Untuk zat non elektrolit maka vaktor Van’t Hoffnya adalah 1 dan nonelektrolit adalah sama dengan jumlah ion yang terbentuk didalam larutan. Faktor Van’t Hoff secara teori dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
i = 1 + (n-1)?)
dengan ? adalah derajat ionisasi zat terlarut dan n jumlah ion yang terbentuk ketika suatu zat berada didalam larutan. Untuk non elektrolit maka alfa = o dan n adalah 1 dan untuk elektrolit dicontohkan sebagai berikut:C6H12O6 -> C6H12O6 n = 1
NaCl -> Na+ + Cl- n = 2
CaCl2 -> Ca2+ + 2Cl- n = 3
Na3PO4 -> 3Na+ + PO4- n = 4
Cu3(PO4)2 -> 3Cu2+ + 2PO43- n = 5
Data nilai Kf beberapa pelarut adalah sebagai berikut:NaCl -> Na+ + Cl- n = 2
CaCl2 -> Ca2+ + 2Cl- n = 3
Na3PO4 -> 3Na+ + PO4- n = 4
Cu3(PO4)2 -> 3Cu2+ + 2PO43- n = 5
Sifat Koligatif Larutan (Tekanan Osmotik)
Osmosis merupakan suatu proses dimana suatu liquid dapat melewati suatu membrane semi permeable secara langsung. Apabila terdapat dua buah liquid yang dipisahkan dengan suatu membrane semipermeabel (lihat gambar dibawah ini) dimana pada salah satu kaki berisi pelarut murni misalnya air, dan satu kaki yang lain berisi larutan NaCl dalam air.
Dalam kasus ini maka molekul air dari larutan maupun dari pelarut murni secara random dapat melewati membrane semipermeable. Laju pergerakan molekul air dari air-larutan dengan laju pergerakan molekul air dari larutan-air ditentukan oleh besarnya entropi dan tekanan yang diaplikasikan ke salah satu kaki.
Karena entropi larutan adalah lebih besar dibandingkan dengan entropi pelarut murni maka secara spontan laju molekul air yang melewati air-larutan akan lebih cepat dibandingkan dengan laju molekul air dari larutan-air. Oleh sebab itu bila kita membiarkan kedua larutan untuk selang waktu tertentu maka ketinggian permukaan larutan pada salah satu kaki akan mengalamai kenaikan. Proses ini akan terus berlangsung sampai ketinggian “h” mencapai tinggi tertentu dimana pada ketinggian ini larutan memiliki tekanan yang dapat menyeimbangkan laju pergerakan molekul air dari larutan-air dan air-larutan. Tekanan inilah yang disebut sebagai “tekanan osmotik“. Tekanan osmotik merupakan salah satu sifat kligatif larutan.
Cara Menghitung Tekanan Osmotik
Tekanan osmotik suatu larutan encer adalah mematuhi hukum persamaan gas ideal yaitu:
dimana:
phi = tekanan osmotik
M = molaritas larutan
T = temperature dalam kelvin
R = tetapan gas, nilainya 0.082 L.atm/K.mol
i = faktor Van’t Hoff
Manfaat Belajar Tekanan Osmotik
Tekanan osmotik berpegaruh terhadap sel didalam tubuh, pengaruh tekanan osmotik berhubungan dengan “osmoregulasi” yaitu mekanisme homeostatis suatu sel organisme untuk mencapai kesetimbangan tekanan osmotik dengan lingkungannya. Jika tekanan osmotik didalam sel dengan luar sel seimbang maka dikatakan sebagai keadaan isotonik pada keadaan ini volume sel tidak mengalami perubahan volume. Jika tekanan osmotik didalam sel lebih besar maka cairan dalam sel bisa keluar sehingga sel akan mengkerut, sebaliknya disebut hipotonik yaitu liquid diluar sel akan masuk ke sel sehingga sel akan bertambah besar.
Reverse Osmosis/Osmosis Balik
Bila tekanan yang diaplikasikan terhadap larutan adalah melebihi tekanan osmotiknya maka yang terjadi adalah molekul air akan mengalir melewati membrane semipermiable menuju ke air (pelarut). Osmosis balik bayak digunakan untuk membuat air minum dari air laut dan mengurangi kesadahan air minum. Proses osmosis balik digambarkan dalam gambar berikut:
Dalam kasus ini maka molekul air dari larutan maupun dari pelarut murni secara random dapat melewati membrane semipermeable. Laju pergerakan molekul air dari air-larutan dengan laju pergerakan molekul air dari larutan-air ditentukan oleh besarnya entropi dan tekanan yang diaplikasikan ke salah satu kaki.
Karena entropi larutan adalah lebih besar dibandingkan dengan entropi pelarut murni maka secara spontan laju molekul air yang melewati air-larutan akan lebih cepat dibandingkan dengan laju molekul air dari larutan-air. Oleh sebab itu bila kita membiarkan kedua larutan untuk selang waktu tertentu maka ketinggian permukaan larutan pada salah satu kaki akan mengalamai kenaikan. Proses ini akan terus berlangsung sampai ketinggian “h” mencapai tinggi tertentu dimana pada ketinggian ini larutan memiliki tekanan yang dapat menyeimbangkan laju pergerakan molekul air dari larutan-air dan air-larutan. Tekanan inilah yang disebut sebagai “tekanan osmotik“. Tekanan osmotik merupakan salah satu sifat kligatif larutan.
Cara Menghitung Tekanan Osmotik
Tekanan osmotik suatu larutan encer adalah mematuhi hukum persamaan gas ideal yaitu:
PV = nRT
Karena kita mengukur dalam sistem yang berupa larutan maka lebih mudah kita menggunakan satuan konsentrasi molaritas M.PV = nRT
P = nRT/V
karena M=n/V makaP = nRT/V
P = MRT
Tekanan osmotik biasa dilambangkan dengan lambag phi (phi) maka rumus diatas cenderung ditulis sebagai:dimana:
phi = tekanan osmotik
M = molaritas larutan
T = temperature dalam kelvin
R = tetapan gas, nilainya 0.082 L.atm/K.mol
i = faktor Van’t Hoff
Manfaat Belajar Tekanan Osmotik
Tekanan osmotik berpegaruh terhadap sel didalam tubuh, pengaruh tekanan osmotik berhubungan dengan “osmoregulasi” yaitu mekanisme homeostatis suatu sel organisme untuk mencapai kesetimbangan tekanan osmotik dengan lingkungannya. Jika tekanan osmotik didalam sel dengan luar sel seimbang maka dikatakan sebagai keadaan isotonik pada keadaan ini volume sel tidak mengalami perubahan volume. Jika tekanan osmotik didalam sel lebih besar maka cairan dalam sel bisa keluar sehingga sel akan mengkerut, sebaliknya disebut hipotonik yaitu liquid diluar sel akan masuk ke sel sehingga sel akan bertambah besar.
Reverse Osmosis/Osmosis Balik
Bila tekanan yang diaplikasikan terhadap larutan adalah melebihi tekanan osmotiknya maka yang terjadi adalah molekul air akan mengalir melewati membrane semipermiable menuju ke air (pelarut). Osmosis balik bayak digunakan untuk membuat air minum dari air laut dan mengurangi kesadahan air minum. Proses osmosis balik digambarkan dalam gambar berikut:
1 comments:
jelaskan bahwa dalam gas, perbandingan joefisien reaksi menunjukkan perbandingan tekanan ??
makasih minn
Post a Comment