Korosi dapat didefinisikan secara luas sebagai penipisan atau kerusakan material yang diakibatkan oleh reaksi kimiawi dengan lingkungannya.
Air yang menyebabkan korosi dikenal dengan air “korosif” atau “agresif”. Di dalam operasi pengolahan air korosi dapat terjadi pada hampir seluruh logam yang terkena air. Beton dan asbes – semen dapat pula dipengaruhi oleh air agresif yang melarutkan semen. Walaupun demikian proses ini berpengaruh terhadap pelepasan logam dari material pipa logam.Contoh yang paling dikenal yaitu pembentukan karat besi teroksidasi, bilamana besi atau baja terkena kelembaban. Reaksi kimia dan reaksi elektrik yang terjadi selama korosi pipa besi. Beberapa macam zat pengotor yang kecil dalam logam, menyebabkan sebuah noda pada pipa yamg bertindak sebagai “Anoda” dalam hubungannnya dengan noda lain yang bertindak sebagai “Katoda”. Pada anoda atom-atom besi (Fe) terlepas dari pipa masuk kedalam air. Setiap pelepasan atom, atom-atom Fe tersebut terionisasi dengan melepaskan dua elektron (e-), berpindah melalui pipa ke katoda, sehingga pada anoda ada Fe2+.
Reaksi-reaksi kimia di dalam air seimbang dengan reaksi kimia dan reaksi elektrik pada anoda dan katoda. Banyak molekul-molekul air (H2O), berdisosiasi menjadi radikal-radikal ion H+ dan ion OH-, ini adalah kondisi normal bahkan pada air yang betul-betul murni. Fe2+ yang terlepas pada anoda bersenyawa dengan dua radikal OH- dari disosiasi molekul air, membentuk ferro hidroksida, Fe(OH)2.
Bersamaan dengan itu dua ion H+ hasil disosiasi molekul air di dekat katoda, mengambil 2 (dua) elektron yang dilepaskan atom besi kemudian berikatan bersama membentuk H2 (gas hidrogen). Pembentukan Fe(OH)2menghasilkan kelebihan H+ di dekat anoda dan pembentukan H2 , menghasilkan kelebihan OH- di dekat katoda. Kejadian ini adalah distribusi normal H+ dan OH-, akan menaikkan kecepatan korosi dan menyebabkan penambahan lubang di dalam daerah anoda.
Jika air mengandung oksigen terlarut, seperti pada kebanyakan air permukaan, sehingga terbentuk ferri oksida, Fe(OH)3, yang dikenal sebagai karat Endapan karat membentuk deposit yang disebut “Tubercules”.
Keberadaan tubercules lebih lanjut akan memperkuat korosi, menambah lubang pada anoda dan menumbuhkan tubercules (lebih besar), dimana hal ini akan menimbulkan noda yang lebar sehingga dapat mengurangi kapasitas angkut pipa secara berarti. Bilamana terjadi perubahan tekanan dan kecepatan, sebagian Fe(OH)3 terlepas, menyebabkan masalah “Red water”.
Faktor-faktor yang mempengaruhi korosi
1. Oksigen terlarut ( DO = Dissolved oxygen ) → DO berperan dalam sebagian proses korosi, bila konsentrasi DO naik, maka kecepatan korosi akan naik.
2. Zat padat terlarut jumlah ( TDS = total dissolved solid ) → konsentrasi TDS sangatlah penting, karena air yang mengandung TDS merupakan penghantar arus listrik yang baik dibandingkan dengan air tanpa TDS. Aliran listrik diperlukan untuk terjadinya korosi pada pipa logam, oleh karena itu jika TDS naik, maka kecepatan korosi akan naik.
3. pH dan Alkalinitas → mempengaruhi kecepatan reaksi, pada umumnya pH dan alkalinitas naik, kecepatan korosi akan naik.
4. Temperatur → makin tinggi temperatur, reaksi kimia lebih cepat terjadi dan naiknya temperatur air pada umumnya menambah kecepatan korosi.
5. Tipe logam yang digunakan untuk pipa dan perlengkapan pipa → logam yang mudah memberikan elektron atau yang mudah teroksidasi, akan mudah terkorosi.
6. Aliran listrik → Aliran listrik yang diakibatkan oleh korosi sangat lemah dan isolasi dapat menghalangi aliran listrik antara logam-logam yang berbeda, sehingga korosi galvanis dapat dihindari. Bilamana aliran listrik yang kuat melewati logam yang mudah terkorosi, maka akan menimbulkan aliran nyasar dari sistem pemasangan listrik di pelanggan yang tidak menggunakan aarde, hal ini menyebabkan korosi cepat terjadi.
7. B a k t e r i → tipe bakteri tertentu dapat mempercepat korosi, karena mereka akan menghasilkan karbon dioksida (CO2) dan hidrogen sulfida (H2S), selama masa putaran hidupnya. CO2 akan menurunkan pH secara berarti sehingga menaikkan kecepatan korosi. H2S dan besi sulfida, Fe2S2, hasil reduksi sulfat (SO42–) oleh bakteri pereduksi sulfat pada kondisi anaerob, dapat mempercepat korosi bila sulfat ada di dalam air. Zat-zat ini dapat menaikkan kecepatan korosi. Jika terjadi korosi logam besi maka hal ini dapat mendorong bakteri besi (iron bacteria) untuk berkembang, karena mereka senang dengan air yang mengandung besi.
Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi, satu sama lain dengan material pipa. Kombinasi faktor-faktor dan pengaruhnya terhadap reaksi-reaksi korosi akan membantu menentukan berapa besarnya kecepatan jalannya korosi. Bila faktor berubah, maka kecepatan korosipun berubah.
Tipe korosi
Korosi pada sistem penyediaan air bersih, dapat dibagi menjadi dua bagian (kelas) yang besar yaitu :
1. Korosi lokal
Tipe yang sudah dikenal di dalam sistem penyediaan air, yaitu korosi yang menyerang permukaan logam tidak sama rata. Korosi lokal biasanya menimbulkan masalah yang lebih serius dibandingkan dengan korosi merata, karena mendorong mempercepat kerusakan pipa
2. Korosi merata (uniform)
Korosi yang berlangsung pada seluruh permukaan yang dilewati dengan kecepatan yang sama. Hal ini terjadi, biasanya bila pH air dan alkalinitas rendah, menyebabkan proses korosi terjadi di atas permukaan yang tidak terlindung.
Air pembentuk kerak dapat melindungi pipa-pipa dari korosi, karena terbentuk suatu lapisan kerak yang memisahkan material pipa yang dapat terkorosi dengan air. Walaupun demikian, pembentukan kerak yang tidak terkontrol/berlebih, akan mengurangi secara berarti kapasitas angkut jaringan distribusi.
Pembentuk Kerak
Kerak terbentuk bilamana kation logam divalen bergabung dengan kesadahan, terutama kalsium (Ca) dan magnesium (Mg), bersenyawa dengan mineral lainnya yang terlarut dalam air dan mengendap melapisi dinding pipa. Bentuk kerak yang paling dikenal adalah kalsium karbonat (CaCO3). Senyawa lainnya sebagai pembentuk kerak adalah : magnesium karbonat (MgCO3), kalsium sulfat (CaSO4) dan magnesium klorida (MgCl2).
Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan kerak.
1. pH → Titik jenuh kalsium karbonat, tergantung terutama pada pH air, temperatur tertentu dan konsentrasi TDS dapat dipertahankan sebesar 500 mg/L CaCO3 dalam larutan pada pH = 7, sedangkan air yang sama dapat mempertahankan hanya 14 mg/L CaCO3 dalam larutan, jika pH naik sampai 9,4.
2. Temperatur → Temperatur juga mempengaruhi titik jenuh, walaupun tidak sehebat pH. Kelarutan CaCO3 dalam air turun, jika temperatur naik. Kenaikan temperatur dalam pemanas air atau boiler, menimbulkan masalah besar dengan kerak.
3. TDS → kehadiran mineral lain di dalam air mempengaruhi kelarutan CaCO3, maka bila konsentrasi TDS naik, kelarutan CaCO3 bertambah.
Korosifitas dan pembentukan kerak dapat diketahui dengan menghitung “Indeks Stabilitas” atau “Langelier Index (LI)” atau “saturation index (SI)” atau disingkat “LSI”. LI memberikan indikasi apakah air bersifat membentuk kerak atau melarutkan kalsium karbonat. Walaupun demikian LI bukan merupakan pengukuran potensial korosi atau pembentukan kerak secara pasti.
Sifat Kimia air memainkan peranan penting dalam keefektifan sumber perairan, sebagai aplikasi untuk mencegah kerak air. Ion kalsium tidak hilang dalam air (dalam hal ini, ion kalsium tidak terlarut dalam air, tetapi mengendap bersama partikel padat yang melewati sistem batuan tanpa meninggalkan kerak). Untuk proses yang efektif, air baku tidak harus mengandung ion kalsium yang banyak. Parameter ini dihitung sebagai Langlier’s Saturation Index. Langlier’s Saturation Index adalah suatu nilai hasil perhitungan yang digunakan untuk memprediksi stabilitas kalsium karbonat (CaCO3) dalam air.
Dengan batasan apakah ion kalsium (sebagai kalsium karbonat) dalam air akan mengendap, terlarut atau berada dalam kesetimbangan. LSI dapat digunakan untuk menetapkan persyaratan korosifitas air (efek Kalsium). Konsep LSI menggunakan pH air sebagai parameter utama, sehingga LSI dapat diinterpretasikan sebagai perubahan pH yang dibutuhkan untuk membawa air pada kesetimbangan.
Air dengan LSI lebih dari 1 dapat diartikan memiliki pH 1 unit lebih tinggi dari kebutuhan. Penurunan nilai pH sebanyak 1 unit akan membuat air menjadi setimbang. Hal ini terjadi karena sebagian besar total alkalinitas dipengaruhi CO32-penurunan pH, dibawah ini ganbaran dissosiasi asam karbonat
H2CO3 —–Ã HCO3- + H+
HCO3- —–Ã CO32- + H+
Jika LSI negatif : Tidak berpotensi terjadinya pengerakan, CaCO3 terlarut dalam air
Jika LSI positif : Kerak dapat terpentuk dan CaCO3 mungkin mengendap
Jika LSI 0 : Batas berpotensi terjadinya kerak. Kualitas air, perubahan temperatur, atau penguapan dapat merubah nilai LSI.
LSI memungkinkan digunakan sebagai indikator potensial pengerakan pada air pendingin (cooling water).
Perhitungan Langlier’s Saturation Index
1. Sebelum memulai perhitungan nilai LSI, terlebih dahulu dilakukan pengecekan air untuk parameter kesadahan total (mg/L CaCO3), alkalinitas (mg/L CaCO3), pH dan temperatur air.
2. Dilakukan konversi nilai – nilai diatas menjadi faktor konversi untuk perhitungan Langlier’s Saturation Index, dengan menggunakan tabel dibawah ini.
Tabel Konversi nilai LSI
3.
LSI = (pH + Hardness Factor + Alkalinity Factor + Temperature Factor)-12.1 |
Dilakukan perhitungan LSI dengan rumus sebagai berikut :
4. Dibandingkan nilai perhitungan yang didapatkan dengan standar nilai LSI untuk mengetahui tingkat korosifitas air hasil test.
Karakteristik Stabilitas | Indeks Stabilitas | ||
Langelier Index (L.I ) | Aggressive Index (A.I) | Ryznar Index (R.I) | |
Sangat agresif | < – 2,0 | < 10,0 | > 10 |
Cukup agresif | –2 – < 0,0 | 10,0 – 12,0 | 6,0 – 10,0 |
Tidak agresif | > 0,0 | > 12,0 | < 6,0 |
Tabel Perbandingan Indeks Stabilitas
Nilai LSI | Kriteria |
-0.5 – 0.5 | Balance |
< – 0.5 | Corrosive |
> 0.5 | Scale Forming |
Tabel Kriteria Nilai LSI
Keterangan :
L.I = pHa – pHs
A.I = pHa + log10 (A) log10(Ca) ; A = Alkalinitas total dalam mg/L CaCO3
R.I = 2pHs – pHa = pH – 2 ( L.I )
0 comments:
Post a Comment