Kafein ialah senyawa alkaloid xantina berbentuk kristal dan berasa pahit yang bekerja sebagai obat perangsang psikoaktif dan diuretik ringan[5]. Kafeina ditemukan oleh seorang kimiawan Jerman, Friedrich Ferdinand Runge, pada tahun 1819. Ia menciptakan istilah "kaffein" untuk merujuk pada senyawa kimia pada kopi.[6] Kafeina juga disebut guaranina ketika ditemukan pada guarana, mateina ketika ditemukan pada mate, dan teina ketika ditemukan pada teh. Semua istilah tersebut sama-sama merujuk pada senyawa kimia yang sama.
Kafeina dijumpai secara alami pada bahan pangan seperti biji kopi, daun teh, buah kola, guarana, dan maté. Pada tumbuhan, ia berperan sebagai pestisida alami yang melumpuhkan dan mematikan serangga-serangga tertentu yang memakan tanaman tersebut. Ia umumnya dikonsumsi oleh manusia dengan mengekstraksinya dari biji kopi dan daun teh.
Kafeina merupakan obat perangsang sistem pusat saraf pada manusia dan dapat mengusir rasa kantuk secara sementara. Minuman yang mengandung kafeina, seperti kopi, teh, dan minuman ringan, sangat digemari. Kafeina merupakan zat psikoaktif yang paling banyak dikonsumsi di dunia.
Sumber utama kafeina dunia adalah biji kopi. Kandungan kafeina pada kopi bervariasi, tergantung pada jenis biji kopi dan metode pembuatan yang digunakan[16]. Secara umum, satu sajian kopi mengandung sekitar 40 mg (30 mL espresso varietas arabica) kafeina, sampai dengan 100 mg kafeina untuk satu cangkir (120 mL) kopi. Umumnya, kopi dark-roast memiliki kadar kafeina yang lebih rendah karena proses pemanggangan akan mengurangi kandungan kafeina pada biji tersebut.[17][18] Kopi varietas arabica umumnya mengandung kadar kafeina yang lebih sedikit daripada kopi varietas robusta.[16] Kopi juga mengandung sejumlah kecil teofilina, namun tidak mengandung teobromina.
Teh merupakan sumber kafeina lainnya. Walaupun teh mengandung kadar kafeina yang lebih tinggi daripada kopi, umumnya teh disajikan dalam kadar sajian yang jauh lebih rendah. Kandungan kafeina juga bervariasi pada jenis-jenis daun teh yang berbeda. Teh mengandung sejumlah kecil teobromina dan kadar teofilina yang sedikit lebih tinggi daripada kopi. Warna air teh bukanlah indikator yang baik untuk menentukan kandungan kafeina.[19] Sebagai contoh, teh seperti teh hijau Jepang gyokuro yang berwarna lebih pucat mengandung jauh lebih banyak kafeina daripada teh lapsang souchong yang berwarna lebih gelap.
Kafeina juga terkandung dalam sejumlah minuman ringan seperti kola. Minuman ringan biasanya mengandung sekitar 10 sampai 50 miligram kafeina per sajian. Kafeina pada minuman jenis ini berasal dapat berasal dari bahan ramuan minuman itu sendiri ataunya dari bahan aditif yang didapatkan dari proses dekafeinasi. Guarana, bahan utama pembuatan minuman energi, mengandung sejumlah besar kafeina dengan jumlah teobromina dan teofilina yang kecil.[20]
Coklat yang didapatkan dari biji kakao mengandung sejumlah kecil kafeina. Efek rangsangan yang dihasilkan oleh coklat berasal dari efek kombinasi teobromina, teofilina, dan kafeina.[21] Coklat mengandung jumlah kafeina yang sangat sedikit untuk mengakibatkan rangsangan yang setara dengan kopi. 28 g sajian coklat susu batangan mengandung kadar kafeina yang setara dengan secangkir kopi yang didekafeinasi.
Akhir-akhir ini, berbagai pengusaha pabrik mulai menambahkan kafeina ke dalam produk-produk mandi mereka (sampo dan sabun), mengklaim bahwa kafeina dapat diserap melalui kulit.[22] Namun, efektivitas produk-produk seperti itu belumlah dibuktikan, karena kafeina tidak akan dengan mudah terserap melalui kulit.[23]
[sunting] Sejarah
Metabolisme dan ketoksikan
Kafeina mengikat reseptor adenosina di otak. Adenosina ialah nukleotida yang mengurangi aktivitas sel saraf saat tertambat pada sel tersebut. Seperti adenosina, molekul kafeina juga tertambat pada reseptor yang sama, tetapi akibatnya berbeda. Kafeina tidak akan memperlambat aktivitas sel saraf/otak, sebaliknya menghalangi adenosina untuk berfungsi. Dampaknya aktivitas otak meningkat dan mengakibatkan hormon epinefrin terlepas. Hormon tersebut akan menaikkan detak jantung, meninggikan tekanan darah, menambah penyaluran darah ke otot-otot, mengurangi penyaluran darah ke kulit dan organ dalam, dan mengeluarkan glukosa dari hati. Lebih jauh, kafeina juga menaikkan permukaan neurotransmitter dopamine di otak.
Kafeina dapat dikeluarkan dari otak dengan cepat, tidak seperti alkohol atau perangsang sistem saraf pusat yang lain sehingga tidak mengganggu fungsi mental tinggi dan tumpuan otak. Konsumsi kafeina secara berkelanjutan akan menyebabkan tubuh menjadi toleran terhadap kehadiran kafeina. Oleh sebab itu, jika produksi internal kafeina diberhentikan (dinamakan "pelepasan ketergantungan"), tubuh menjadi terlalu sensitif terhadap adenosina dan menyebabkan tekanan darah turun secara mendadak yang seterusnya mengakibatkan sakit kepala dan gejala-gejala lainnya. Kajian terbaru menyebutkan kafeina dapat mengurangi risiko penyakit Parkinson, tetapi hal itu masih memerlukan kajian mendalam.
Terlalu banyak kafeina dapat menyebabkan peracunan (intoksikasi) kafeina (yaitu mabuk akibat kafeina). Antara gejala penyakit ini ialah keresahan, kerisauan, insomnia, keriangan, muka merah, kerap kencing (diuresis), dan masalah gastrointestial. Gejala-gejala ini bisa terjadi walaupun hanya 250 mg kafeina yang diambil. Jika lebih dari 1g kafeina dikonsumsi dalam satu hari, gejala seperti kejang otot (muscle twitching), kekusutan pikiran dan perkataan, aritmia kardium (gangguan pada denyutan jantung)m dan gejolak psikomotor (psychomotor agitation) bisa terjadi. Intoksikasi kafeina juga bisa mengakibatkan kepanikan dan penyakit kerisauan.
Walaupun masih aman bagi manusia, kafeina, teofilina, dan teobromina (pada kakao) lebih meracun bagi sebagian hewan, seperti kucing dan anjing karena perbedaan dari segi metabolisme hati.
0 comments:
Post a Comment